Gedung Sutomo 2 Medan. Aslinya lebih luas daripada ini |
Entahlah... karena atmosfir nya,
siswa nya, guru nya atau jajanan kantinnya...
Yayasan Perguruan Sutomo adalah
sekolah yang paling terkenal di kalangan Tionghua Medan. Pada masa itu,
sebagian besar etnis tionghua medan, ingin sekali anak-anaknya mengenyam
pendidikan disini. Maka enggak heran bila 80% siswa nya merupakan warga
keturunan.
Gue sendiri berjuang cukup keras
untuk bisa bersekolah disini. Gue diharuskan menghapal perkalian 1 sampai 10
kalau mau berhasil tes masuk. Padahal saat itu gue baru lulus TK!Gue sama
sekali belum ngerti tentang perkalian. Apalagi harus hapal sampai 10x10??
Thank God I passed the test. Kalo kata Sailormoon, "Ini keajaiban alam. Akupun mempercayai nya" :p
Thank God I passed the test. Kalo kata Sailormoon, "Ini keajaiban alam. Akupun mempercayai nya" :p
Gue masih inget banget hari
pertama gue sekolah di sana.
Bangku dan meja kayu berjejer
rapi, papan tulis kayu dan kapur warna-warni, bau baju seragam baru yang memenuhi
ruangan kelas, serta bedak sebagian anak perempuan luntur karena menangis
ditinggal ibu nya. Setiap jenjang pendidikan di sekolah ini punya 6 kelas,
dengan rata-rata 45 orang murid di setiap kelasnya. Gue menempati kelas 1-5
saat itu. Tempat duduk kami diatur oleh wali kelas, anak perempuan tidak boleh
duduk dengan perempuan, begitu juga anak laki-laki.
Semua temen sekelas gue adalah
keturunan Tionghua. Mereka berbicara dalam bahasa Hokkian ketika berada di dalam
kelas. Lost in translation itu sih udah pasti. Gue sama sekali nggak ngerti
bahasa mereka, namun mereka pun tidak becus dalam berbahasa indonesia. Terkadang
gue merasa dikucilkan, mereka menyebut gue “hwana” yang berarti pribumi dalam
bahasa hokkian. Sebutan hwana sama saja seperti sebutan “Cina” dari kita untuk
mereka. Gue lupa bagaimana dan berapa lama gue bisa beradaptasi dengan mereka.
Yang gue inget sekarang, mereka adalah teman-teman yang setia kawan, baik, dan
manis, sama seperti kita.
Kurang lebih kayak gini deh kira-kira temen-temen gue dulu |
Alat penyiksaan jaman sekolah. Kiri: Rotannya bu Rohanna |
Sampai gue kelas 1 SMP, peruntungan belum berubah, gue masih sering dipukul guru. Gue paling sering dipukul sama guru matematika dan fisika. Kayaknya emang dari kecil gue udah bermasalah sama pelajaran eksak. Guru fisika gue berkacamata, nggak begitu tinggi, usia nya masih 24 tahun ketika mengajar,namanya Wei Ming. Pak Wei Ming nggak pernah bawa rotan ketika mengajar, tapi dia menggunakan penghapus papan tulis kayu untuk menghajar muridnya. Yang dihajar pastinya bukan telapak tangan, tapi kuku tangan. Dan untuk menambah kedhasyatan rasa sakitnya, kita harus menguncupkan tangan kita ketika dipukul.Too bad, ada satu orang temen gue yang kukunya sampe lepas abis dihajar penghapus pak Wei Ming. Gue nggak pernah absen dihajar sama dia, karena nilai pelajaran fisika gue nggak pernah diatas 50. Itulah kenapa gue nggak pernah memanjangkan kuku gue. Untuk meredam rasa sakit. Tapi abis itu jari gue biru-biru :(
Rumus eksak ala Pak Wei Ming Tangan kuncup + Penghapus kayu = Kuku Patah |
“Kamu kira karena kamu cucunya
pemilik yayasan saya gak berani sama kamu? hah???!!!!” Teriak pak Asiang di
sebuah kelas kosong saat gue ketauan nggak ngumpulin buku tugas.
“Sumpah pak! Saya bukan cucunya ketua yayasan”
Jawab gue gemeteran
PLAK!
Sebuah kamus bersampul merah
sukses mendarat di pipi kanan gue.Pak Asiang sepertinya enggak suka kalo gue ngejawab. Atau mungkin semalem dia nggak diberi cium sama pacarnya. I dont know
Sakit. Sakit banget. Saking sakitnya kuping kanan gue masih bunyi “nguing” di perjalanan pulang ke rumah. Nangis? Enggak. Gue enggak nangis. Entah karena udah kebal, malu, atau gengsi.
Kelas 2 SMP gue udah enggak
pernah dapet hukuman fisik kayak gitu lagi. Gue pindah ke Jakarta. Di sekolah
baru ini, Gue bebas se bebas-bebasnya. Mau ngerjain PR atau nggak, Mau nilai
dibawah 5 atau 100 sekalipun. Semuanya terserah.
Lalu secara mengejutkan, gue bisa ngerjain ulangan serta tugas eksak dan non eksak dengan mudah. Enngak. Gue nggak minum ramuan ajaib dan tiba-tiba jadi pinter. Believe it or not, itu karena semua pelajaran di sekolah baru ini sudah gue pelajari di Sekolah gue yang dulu. :)
No comments:
Post a Comment